Pendidikan Nasional “di Persimpangan Jalan”

Pendahuluan.

Salah satu agenda besar negara Republik Indonesia (RI) adalah menciptakan rakyat cerdas, cemerlang dan sejahtera, tujuan ini termaktub jelas di dalam pembukaan UUD 45 bahwa tujuan kita untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI) ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Paradigma tujuan ini cukup bermakna pisikologis yakni bangsa yang cerdas sudah barang tentu secara sistemik aspek kehidupan rakyat akan sejahtera lahir dan batin. Tentunya mari kita angkat tangan kepada para pendahulu kita yang telah meletakkan dasar-dasar tujuan Negara yang begitu jelas dan afik itu.

Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat survive di dalam menghadapi berbagai kesulitan atau krisis, faktanya bangsa Indonesia dewasa ini dilanda krisis multidimensional. Menuurt Prof. Dr. Marta Tilaar, krisis bangsa Indonesia sudah merambah dalam berbagai sector, mulai dari krisis politik, ekonomi, hokum, kebudayaan dan tidak dapat disangkal krisis dalam bidang pendidikan.

Krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini adalah merupakan refleksi dari krisis pendidikan nasional pada masa lalu, pengelolaan pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah terkesan tidak punya komitmen untuk mencerdaskan bangsa, pendidikan ditelantarkan tanpa sarana dan prasarana yang jelas, guru salah kamar tidak professional, infut siswa sangat rendah dan kualitas pendidikan tidak sampai kepada tujuan untuk mencerdaskan bangsa, beginilah prototype pendidikan kita masih berada di “persimpangan jalan”.

Carut Marut Pendidikan Kita

Bagi pengamat pendidikan dan bagi guru yang mempunyai integritas tinggi terhadap pendidikan serta bagi orangtua dan masyarakat sangat terasa akhir-akhir ini betapa darurutnya system pendidikan nasional, keresahan ini dituliskan oleh Dr. Zuabaidi M.Ag, M.Pd, bahwa krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan miliki kita yang paling berharga yaitu anak-anak kita. Krisis dimaksud tandasnya meningkatnya pergaulan seks bebas, dengan indikasi 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah, artinya dari 100 remaja 51 orang tidak perawan lagi, lain halnya di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47% dan di Medan 52%. Menurut laporan Kepala BKKBN Pusat tahun 2010, kasus tertinggi perilaku seks bebas yang dilakukan oleh remaja usia sekolah adalah di Yogyakarta, setidaknya 37% dari jumlah 1.160 pelajar yang menerima gelar MBA (marriage by accident) alias kehamilan di luar nikah.

Lain halnya maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa, pencurian, tauran antar pelajar, antar mahasiswa sampai ada yang tewas mengenaskan, penyalahgunaan obat terlarang, pornografi, pemerkosaan, perampasan dan kebiasaan menyontek sampai ada istilah tahun lalu “contek massal”. Masih banyak lagi keresahan yang mengkhawatirkan di kalangan pelajar kita, seperti yang direlis oleh ESQ ada tujuh krisis moral yang sering terjadi di kalangan pelajar kita, krisis kejujuran, krisis tanggungjawab, krisis tidak berpikir ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan, dan krisis keadilan. Kegalauan ini semua telah menjadi trend bagi kalangan pelajar kita.

Kondisi emergence (darurat) ini menandakan bahwa sipil effek dari pendidikan yang diperoleh anak atau yang di dapatkannya dari sekolah ternyata tidak dapat membentuk prilaku anak menjadi cerdas, lagi-lagi pendidikan kita masih berada “di persimpangan jalan”.

Sebuah kajian yang mendalam gagalnya lembaga pendidikan kita menciptakan bangsa yang cerdas adalah disebabkan karena system pendidikan masih menitikberatkan pada  aspek kognitif semata, sedangkan aspek soft skils atau non akademik sebagai unsur utama pendidikan selalu terabaikan, selain dari itu target akademik yang menjadi dasar keberhasilan anak bukan ditentukan dan sukses dalam Ujian Nasional. Jadi pardigma pendidikan ke depan adalah dapat mengobah target dari aspek kognisi menuji aspek soft skils,  dan Ujian Nasional di desain bukan sebagai hantu yang menakutkan bagi pelajar.

Sekolah Sukses: Berbasis Karakter

Walsh,M, dalam bukunya Building a Successful School  menyebutkan bahwa sekolah sukses adalah di mana siswanya menunjukkan perkembangan yang cukup berarti, terlepas dari apakah mereka mencapai standar yang tinggi atau tidak. Dengan demikian proses oriented atau proses pembelajaran adalah merupakan kunci utama dalam membangun krakter anak menjadi manusia cerdas, sedangkan proses result (proses pemberian angka atau evaluasi) adalah merupakan pertimbangan bagi guru untuk memberikan menetapkan keberhasilan anak menjadi cerdas.

Sekolah sukses yang dikembangkan  oleh Walsh dengan menitikberatkan pada setting proses ketimbang produk atau hasil diperkirakan dapat memberikan penguatan moral dan krakter anak. Setting proses dalam pendidikan dan pengajaran dengan system aturan yang ketat dengan sendirinya akan membuahkan hasil produk yang berkualitas. Ternyata sekolah sukses ini telah  di adopsi di Indonesia  sebagai akses dan sebuah model pendidikan yang dapat mendongkorak kualitas pendidikan kita, pengadopsian ini dalam versi Indonesia berwujud seperti sekolah plus dan unggulan, tampak jelas bedanya dengan sekolah regular biasa, yang paling dominan perbedaanya adalah motivasi belajar anak sangat tinggi, jadi tipe sekolah sukses adalah benar-benar sekolahnya orang yang mau sekolah, karena setingg proses berjalan sesuai dengan Standard Operating Procedural (SOP) yang telah di tentukan, proses rekrutmen guru, dan siswa berada dalam kondisi proses yang sangat ketat sekali, manajemen pendidikan berbasis akuntabilitas dan transpran dan pimpinan sekolah professional. Model pendidikan seperti akan mengangkat pamor pendidikan nasional. Tapi sayangnya model sekolah sukses masih tergolong langka di negeri ini, dan kalaupun ada, anak orangtua trauma memasukkan anak dan keluarganya untuk belajar di sekolah ini. Karena paradigma anak masih tergolong primordial takut kalah sebelum bersaing, dan memang pendidikan di sekolah sukses aturan mainnya adalah berdasarkan setting proses yang ditutut mengaplikasikan aspek afektif yang berujung kepada soft skils sehingga anak memiliki krakter dan moral, karena kebiasaan proses yang di dapatkannya di sekolah akan tercermin aktualisasinya di dalam masyarakat.

Oleh karena itu paradigma pendidikan untuk masa depan yang dapat mengantisipasi krisis moral anak, perlu mengembangkan tipe sekolah sukses di kembangkan pada seluruh daerah di nusantara ini.

Penutup

Demikian tulisan ini diluncurkan agar pemerhati pendidikan terbuka pikirannya untuk memberikan solusi bagaimana seharusnya konteks yang tepat model pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa, setidaknya tulisan ini dapat berguna sebagai modal untuk melaksanakan refomasi total terhadap dunia pendidikan kita yang masih berada di “persimpangan jalan”.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top